Harga Kirim Mobil Jakarta Surabaya
Rp2,500,000.00
Untuk pengiriman mobil dari jakarta ke surabaya dapat diproses setiap hari kerja ( senin-sabtu ) Dan untuk pembookingan harus dilakukan minimal 1 hari sebelum rencana pengiriman. Dan untuk tujuan jakarta ke surabaya ada 3 cara pengiriman yang mana anda dapat memilih salah satunya.
BIAYA,HARGA, TARIF KIRIM MOBIL JAKARTA-SURABAYA VIA CAR CARRIER Rp.2.500.000
BIAYA,HARGA, TARIF KIRIM MOBIL JAKARTA-SURABAYA VIA TOWING CAR Rp.4.000.000
BIAYA,HARGA, TARIF KIRIM MOBIL JAKARTA-SURABAYA VIA DRIVER Rp.2.100.000
- Pengiriman mobil menggunakan truck Car carrier.
- Harga berlaku untuk jenis mobil sedan,minibus,jeep dan sejenisnya.
- Harga sudah termasuk asuransi(0,20% dari harga mobil)berlaku untuk mobil maxsimal Rp.150.000.000
- Fasilitas door to door( dalam kota )
- Estimasi 3 hari,terhitung setelah Truck berangkat.
- Pembayaran tunai atau transfer setelah mobil di jemput,sebelum mobil tiba di tujuan.
- Harga berlaku untuk kebalikannya.
- Description
- Size Guide
- Reviews (0)
Description
Harga Kirim Mobil Jakarta Surabaya – Kota Surabaya (bahasa Jawa: Hanacaraka: ꦯꦸꦫꦧꦪ Pegon: سورابايه, Madura: Kottah Sorbhâjâh) adalah ibu kota Provinsi Jawa Timur, Indonesia, sekaligus kota metropolitan terbesar di provinsi tersebut. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota ini terletak 796 km sebelah timur Jakarta, atau 415 km sebelah barat laut Denpasar, Bali. Surabaya terletak di pantai utara Pulau Jawa bagian timur dan berhadapan dengan Selat Madura serta Laut Jawa.
Surabaya memiliki luas sekitar 350,54 km² dengan penduduknya berjumlah 2.941.981 jiwa (2019). Daerah metropolitan Surabaya yaitu Gerbangkertosusila yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa, adalah kawasan metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek. Surabaya dilayani oleh sebuah bandar udara, yakni Bandar Udara Internasional Juanda, serta dua pelabuhan, yakni Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Ujung.
Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan Arek-Arek Suroboyo (Pemuda-pemuda Surabaya) dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dari serangan penjajah. Surabaya juga sempat menjadi kota terbesar di Hindia Belanda dan menjadi pusat niaga di Nusantara yang sejajar dengan Hong Kong dan Shanghai pada masanya.[7] Menurut Bappenas, Surabaya adalah salah satu dari empat pusat pertumbuhan utama di Indonesia, bersama dengan Medan, Jakarta, dan Makassar.
Kata Surabaya (bahasa Jawa Kuno: Śūrabhaya) sering diartikan secara filosofis sebagai lambang perjuangan antara darat dan air. Selain itu, dari kata Surabaya juga muncul mitos pertempuran antara ikan sura / suro (ikan hiu) dan baya / boyo (buaya), yang menimbulkan dugaan bahwa terbentuknya nama “Surabaya” muncul setelah terjadinya pertempuran tersebut.
Asal usul Surabaya
Bukti sejarah menunjukkan bahwa Surabaya sudah ada jauh sebelum zaman kolonial, seperti yang tercantum dalam prasasti Trowulan I, berangka 1358 M. Dalam prasasti tersebut terungkap bahwa Surabaya (Churabhaya) masih berupa desa di tepi sungai Brantas dan juga sebagai salah satu tempat penyeberangan penting sepanjang daerah aliran sungai Brantas. Surabaya juga tercantum dalam pujasastra Kakawin Nagarakretagama yang ditulis oleh Empu Prapañca yang bercerita tentang perjalanan pesiar Raja Hayam Wuruk pada tahun 1365 M dalam pupuh XVII (bait ke-5, baris terakhir).
Walaupun bukti tertulis tertua mencantumkan nama Surabaya berangka tahun 1358 M (Prasasti Trowulan) dan 1365 M (Nagarakretagama), para ahli menduga bahwa wilayah Surabaya sudah ada sebelum tahun-tahun tersebut. Menurut pendapat budayawan Surabaya berkebangsaan Jerman Von Faber, wilayah Surabaya didirikan tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara sebagai tempat permukiman baru bagi para prajuritnya yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan pada tahun 1270 M. Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa Surabaya dahulu merupakan sebuah daerah yang bernama Ujung Galuh.
Versi lain menyebutkan, Surabaya berasal dari cerita tentang perkelahian hidup-mati antara Adipati Jayengrono dan Sawunggaling. Konon, setelah mengalahkan pasukan Kekaisaran Mongol utusan Kubilai Khan atau yang dikenal dengan pasukan Tartar, Raden Wijaya mendirikan sebuah keraton di daerah Ujung Galuh dan menempatkan Adipati Jayengrono untuk memimpin daerah itu. Lama-lama karena menguasai ilmu buaya, Jayengrono semakin kuat dan mandiri sehingga mengancam kedaulatan Kerajaan Majapahit. Untuk menaklukkan Jayengrono, maka diutuslah Sawunggaling yang menguasai ilmu sura.
Adu kesaktian dilakukan di pinggir Kali Mas, di wilayah Peneleh. Perkelahian itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dan berakhir dengan tragis, karena keduanya meninggal setelah kehilangan tenaga.
Reviews
There are no reviews yet.